Pancasila Sebagai Ideologi Dan Dasar Negara
Setiap bangsa dan negara yang ingin
berdiri kokoh kuat, tidak mudah terombang-ambing oleh kerasnya
persoalan hidup berbangsa dan bernegara, sudah barang tentu perlu
memiliki dasar negara dan ideologi negara yang kokoh dan kuat pula.
Tanpa itu, maka bangsa dan negara akan rapuh.
Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa
Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam pergaulan
hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih
bermartabat dan berbudaya tinggi. Untuk itulah kalian diharapkan dapat
menjelaskan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara,
menguraikan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, menunjukkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, serta menampilkan sikap positif terhadap
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Pengetahuan yang kalian peroleh
dalam bab ini juga dapat dijadikan bekal keterampilan menganalisis dan
bersikap kritis terhadap sikap para penyelenggara negara yang menyimpang
dari cita-cita dan tujuan negara.
A. PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NEGARA
1. Perlunya Ideologi bagi Suatu Negara
a. Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari kata idea (Inggris), yang artinya gagasan,
pengertian. Kata kerja Yunani oida = mengetahui, melihat dengan budi.
Kata “logi” yang berasal dari bahasa Yunani logos yang artinya
pengetahuan. Jadi Ideologi mempunyai arti pengetahuan tentang
gagasangagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science of ideas atau
ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian
sehari-hari menurut Kaelan ‘idea’ disamakan artinya dengan citacita.
Dalam perkembangannya terdapat pengertian Ideologi yang dikemukakan oleh
beberapa ahli. Istilah Ideologi pertama kali dikemukakan oleh Destutt
de Tracy seorang Perancis pada tahun 1796. Menurut Tracy ideologi yaitu ‘science of ideas’, suatu program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat Perancis.
Karl Marx mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan
berdasarkan kepenti-ngan golongan atau kelas sosial tertentu dalam
bidang politik atau sosial ekonomi. Gunawan Setiardjo mengemukakan bahwa
ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh
realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Ramlan Surbakti
mengemukakan ada dua pengertian Ideologi yaitu Ideologi secara
fungsional dan Ideologi secara struktural. Ideologi secara fungsional
diartikan seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang
masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Ideologi secara
fungsional ini
digolongkan menjadi dua tipe, yaitu Ideologi yang doktriner dan Ideologi
yang pragmatis. Ideologi yang doktriner bilamana ajaran-ajaran yang
terkandung di dalam Ideologi itu dirumuskan secara sistematis, dan
pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat
pemerintah. Sebagai contohnya adalah komunisme. Sedangkan Ideologi yang
pragmatis, apabila ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi
tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, namun
dirumuskan secara umum hanya prinsip-prinsipnya, dan Ideologi itu
disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem
pendidikan, system ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik.
Pelaksanaan Ideologi yang pragmatis tidak diawasi oleh aparat partai
atau aparat pemerintah melainkan dengan pengaturan pelembagaan
(internalization), contohnya individualisme atau liberalisme. Ideologi
secara struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan
dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh
penguasa.
Dengan demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa Ideologi
adalah kumpulan gagasan- gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang
menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan
manusia. Notonegoro sebagaimana dikutip oleh Kaelan mengemukakan, bahwa
Ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi
dasar bagi suatu sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang
bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain
memiliki ciri:
1) Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan;
2) Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pedoman hidup,
pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan
kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan
kesediaan berkorban. Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang
atau masyarakat yang sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu
menuju cita-citanya. Ideologi merupakan sesuatu yang dihayati menjadi
suatu keyakinan. Ideologi merupakan suatu pilihan yang jelas membawa
komitmen (keterikatan) untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran
ideologis seseorang, maka akan semakin tinggi pula komitmennya untuk
melaksanakannya. Komitmen itu tercermin dalam sikap seseorang yang
meyakini ideologinya sebagai ketentuan yang mengikat, yang harus ditaati
dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan pribadi ataupun masyarakat.
Ideologi berintikan seperangkat nilai yang bersifat menyeluruh dan
mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh seseorang atau suatu masyarakat
sebagai wawasan atau pandangan hidup mereka. Melalui rangkaian nilai
itu mereka mengetahui bagaiman cara yang paling baik, yaitu secara moral
atau normatif dianggap benar dan adil, dalam bersikap dan bertingkah
laku untuk memelihara, mempertahankan, membangun kehidupan duniawi
bersama dengan berbagai dimensinya. Pengertian yang demikian itu juga
dapat dikembangkan untuk masyarakat yang lebih luas, yaitu masyarakat
bangsa.
b. Pentingnya Ideologi bagi Suatu Negara
Jika menengok sejarah kemerdekaan negaranegara dunia ketiga, baik yang
ada di Asia, Afrika maupun Amerika Latin yang pada umumnya cukup lama
berada di bawah cengkeraman penjajahan negara lain, ideologi dimaknai
sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, nilai, dan keyakinan yang
ingin mereka wujudkan dalam kenyataan hidup yang nyata. Ideologi dalam
artian ini sangat diperlukan, karena dianggap mampu membangkitkan
kesadaran akan kemerdekaan, memberikan arahan mengenai dunia beserta
isinya, serta menanamkan semangat dalam perjuangan masyarakat untuk
bergerak melawan penjajahan, yang selanjutnya mewujudkannya dalam
kehidupan penyelenggaraan negara. Pentingnya ideologi bagi suatu negara
juga terlihat dari fungsi ideologi itu sendiri. Adapun fungsi ideologi
adalah membentuk identitas atau ciri kelompok atau bangsa. Ideologi
memiliki kecenderungan untuk “memisahkan” kita dari mereka. Ideologi
berfungsi mempersatukan sesama kita. Apabila dibandingkan dengan agama,
agama berfungsi juga mempersatukan orang dari berbagai pandangan hidup
bahkan dari berbagai ideologi. Sebaliknya ideologi mempersatukan orang
dari berbagai agama. Oleh karena itu ideologi juga berfungsi untuk
mengatasi berbagai pertentangan (konflik) atau ketegangan sosial. Dalam
hal ini ideologi berfungsi sebagai pembentuk solidaritas (rasa
kebersamaan) dengan mengangkat berbagai perbedaan ke dalam tata nilai
yang lebih tinggi. Fungsi pemersatu itu dilakukan dengan memenyatukan
keseragaman ataupun keanekaragaman, misalnya dengan memakai semboyan
“kesatuan dalam perbedaan” dan “perbedaan dalam kesatuan”.
c. Pengertian Dasar Negara
Dasar Negara adalah landasan kehidupan bernegara. Setiap negara harus
mempunyai landasan dalam melaksanakan kehidupan bernegaranya. Dasar
negara bagi suatu negara merupakan suatu dasar untuk mengatur
penyelenggaraan negara. Dasar negara bagi suatu negara merupakan sesuatu
yang amat penting. Negara tanpa dasar negara berarti negara tersebut
tidak memiliki pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, maka
akibatnya negara tersebut tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas,
sehingga memudahkan munculnya kekacauan. Dasar negara sebagai pedoman
hidup bernegara mencakup cita-cita negara, tujuan negara, norma
bernegara.
2. Latar Belakang Pancasila sebagai Ideologi Negara
a. Sejarah Lahirnya Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara Ideologi
dan dasar negara kita adalah Pancasila. Pancasila terdiri dari lima
sila. Kelima sila itu adalah: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusayawaratan perwakilan, dan Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa
Indonesia dijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang
menjajah atau berkuasa di Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis,
Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal
sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah negara RI
terdapat kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya,
Majapahit, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan
tersebut, bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk
perjuangan bersenjata maupun politik. Perjuangan bersenjata bangsa
Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini Belanda, sampai dengan
tahun 1908 boleh dikatakan selalu mengalami kegagalan. Penjajahan
Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret. Sejak saat
itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak
terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai
kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa
Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu,
Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini
diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh
karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang
memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu
janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan
(Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan
Madura) No. 23.
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini
adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya
dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi
kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan
sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam sidang
pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara untuk
Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang
berbicara, tiga di antaranya adalah Muhammad Yamin, Mr. Soepomo dan Bung
Karno, yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk
Indonesia merdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara
secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusya-
waratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada sidang
BPUPKI yang diselenggarakan pada 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Supomo
memperoleh kesempatan untuk menyampaikan buah pikirannya tentang
dasar-dasar negara Indonesia, yang rumusannya sebagai berikut :
a. Persatuan
b. Kekeluargaan
c. Keseimbangan lahir dan batin
d. Musyawarah
e. Keadilan rakyat
Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung
Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi
Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila
yaitu Gotong Royong. Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945
para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang
tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta
melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi
kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan
tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas
delapan orang, yaitu
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil,
dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang
dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil
Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan
orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu
juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum
Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai
adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada
tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan
tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa
Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada
tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI
mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum
Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya) (2) memilih Presiden dan Wakil
Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum
mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada
tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi
Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya.
Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea
keempat preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus.
Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri
dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta
disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota
tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid
Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh
Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan yang
terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru
saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di
belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan “Yang Maha Esa”.
Bangsa yang dijajah tidak memiliki
kekuasaan untuk mengatur negara. Kita tidak mempunyai kekuasaan apa-apa.
Rakyat harus tunduk dan patuh pada perintah negara jajahan. Penjajahlah
yang memerintah kita. Pokoknya kekuasaan dipegang oleh penjajah.
Enakkah dijajah itu? Tentu saja tidak enak. Penjajahan menimbulkan
penderitaan bagi bangsa yang dijajah. Penjajahan menimbulkan kerugian
bagi jiwa, raga, dan harta. Penjajahan melanggar hak asasi manusia.
Penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Menghadapi penjajahan, bangsa Indonesia berjuang dengan mengorbankan
jiwa, raga, dan harta untuk membebaskan diri agar tidak dijajah. Bangsa
Indonesia berjuang untuk kemerdekaan lepas dari penjajahan. Oleh karena
itu setelah kita menyatakan kemerdekaan dan menjadi bangsa yang merdeka,
maka kekuasaan harus dipindahkan dari tangan penjajah kepada bangsa
kita sendiri yang telah merdeka. Dengan kemerdekaan yang kita miliki,
kita dapat mengatur negara sendiri. Untuk mengetahui alasan mengapa kita
harus merdeka, dan akan melakukan apa setelah merdeka, mari kita baca
dan cermati terlebih dahulu teks Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Nah
setelah memperhatikan bunyi teks Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, coba
pikirkan bagaimana hubungan antara proklamasi dengan Pancasila? Untuk
memudahkan mempelajari, cobalah cermati tiap paragraf atau alinea
Pembukaan UUD 1945. Dengan mempelajari Pembukaan kalian akan menemukan
latar belakang digunakannya Pancasila menjadi dasar negara RI.
Alinea atau paragraf pertama Pembukaan
UUD 1945 berbunyi ”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.” Menurut paragraf ini, kemerdekaan merupakan hak segala
bangsa. Jadi semua bangsa termasuk bangsa Indonesia harus memiliki
kemerdekaan. Jadi kalau ada bangsa yang masih dijajah dan tidak merdeka
harus dimerdekakan. Penjajahan harus dihilangkan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Jelas setiap manusia itu
mempunyai hak sama. Jadi kalau menjajah itu bertentangan dengan
perikemanusiaan. Alinea kedua berbunyi, ”Dan perjuangan pergerakan
kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan
selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan
makmur.” Jadi setelah berjuang lama, maka berhasillah perjuangan untuk
merdeka itu. Bangsa Indonesia telah siap mendirikan negara yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Alinea ketiga berbunyi, ”Atas berkat
rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Alinea ketiga menyatakan bahwa
keberhasilan perjuangan bangsa Indonesia itu atas berkat rahmat Allah
yang Maha Kuasa. Supaya menjadi bangsa yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan atau memproklamasikan kemerdekaannya.
Alinea keempat berbunyi, ”Kemudian
daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.” Alinea keempat berisikan pernyataan apa yang
akan dilakukan atau dikerjakan bangsa Indonesia setelah merdeka.
Pertama-tama bangsa Indonesia akan mendirikan sebuah negara kesatuan
Republik Indonesia yang berdaulat yang diatur dengan Undang- Undang
Dasar dengan tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, yaitu: Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sekarang dapatkah kalian menyimpulkan uraian di atas? Dari keempat
alinea pembukaan UUD 1945 tersebut, maka secara sederhana dapat
disimpulkan sebagai berikut: Bagian pertama yang terdiri atas alinea
pertama, kedua, dan ketiga menggambarkan keadaan Indonesia sebelum
merdeka sampai dengan saat kemerdekaan. Bagian kedua yaitu alinea
keempat menggambarkan keadaan Indonesia sesudah kemerdekaannya, yang
berisi:
1. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Tujuan Negara.
3. Ketentuan adanya Undang-Undang Dasar.
4. Ketentuan bentuk negara, yaitu republik yang berkedaulatan rakyat.
5. Ketentuan adanya dasar negara/ideologi negara yaitu Pancasila.
b. Pancasila dan Ideologi Lain
Pada bagian terdahulu telah kalian pelajari, bahwa ideologi dan dasar
negara kita adalah Pancasila yang terdiri dari lima sila. Kelima sila
tersebut digunakan oleh bangsa Indonesia sebagai dasar negara karena
Pancasila dipandang cocok bagi bangsa Indonesia. Oleh karena Pancasila
dipandang baik dan cocok bagi bangsa Indonesia, maka kita perlu
mempertahankannya melalui pengamalan dalam berbagai bidang kehidupan
seperti bidang pemerintahan, kehidupan masyarakat, dan bidang
pendidikan.
Tentu saja negara-negara lain selain Indonesia tidak menggunakan
Pancasila sebagai ideologi negara. Negara-negara lain itu mempunyai
ideologi negara sendiri yang dipandang baik dan cocok. Di dunia ini ada
dua ideologi yang terkenal yaitu liberalisme dan sosialisme. Ya,
liberalisme dan sosialisme merupakan ideologi yang terkenal di dunia.
Negara-negara atau bangsa mana yang menganut ideologi liberalisme?
Negara-negara mana pula yang menganut ideologi sosialisme? Ideologi
liberalisme banyak dianut oleh negara-negara Barat. Tahukah kamu
contoh-contoh negara yang termasuk Negara Barat? Termasuk Negara Barat
adalah Amerika Serikat dan negara-negara Eropa seperti Inggris, Belanda,
Spanyol, Italia dan lain-lainnya. Sekarang, negara-negara manakah yang
menganut ideologi sosialisme? Contoh negara yang menganut paham
sosialisme adalah Uni Soviet (sekarang Rusia), Cina, Korea Utara,
Vietnam.
Perbedaan pokok antara ideologi negara sosialisme dengan ideologi negara liberalisme :
Negara Liberalisme |
Negara Sosialisme |
1. Negara sebagai penjaga malam.
2. Rakyat atau warganya mempunyai kebebasan untuk berbuat atau bertindak apa saja asal tidak melanggar tertib hukum.
3. Kepentingan dan hak warganegara lebih diutamakan dari pada kepentingan negara.
4. Negara didirikan untuk menjamin kebebasan dan kepentingan warganegara.
5. Negara tidak mencampuri urusan agama.
6. Agama menjadi urusan pribadi setiap warganegara.
7. Negara terpisah dengan agama.
8. Warganegara bebas beragama, tetapi juga bebas tidak beragama. |
1. Mementingkan kekuasaan dan kepentingan negara
2. Kepentingan negara lebih diutamakan daripada kepentingan warga negara.
3. Kebebasan atau kepentingan warganegara dikalahkan untuk kepentingan negara
4. Kehidupan agama terpisah dengan negara.
5. Warganegara bebas beragama, bebas tidak beragama dan bebas pula untuk propaganda anti-agama. |
Perbedaan keduanya dapat dilihat dari
hubungannya antara negara dengan warganegara. Dalam negara liberalisme,
negara itu diumpamakan sebagai penjaga malam atau polisi lalu lintas.
Jadi tugas negara hanya menjaga. Rakyat atau warganya mempunyai
kebebasan untuk berbuat atau bertindak apa saja asal tidak melanggar
tertib hukum. Kalian sering melihat petugas lalulintas bukan? Coba amati
bagaimana tugas polisi lalulintas yang berjaga-jaga di pertigaan atau
di perempatan jalan. Mereka hanya mengawasi jalannya lalulintas. Asalkan
lalulintas lancar, mereka tidak berbuat apa-apa. Baru jika terjadi
pelanggaran lalulintas maka polisi berhak untuk menertibkan. Itulah
perumpamaan hubungan antara negara dengan warganegara pada negara yang
menganut ideologi liberalisme. Pada negara liberalisme, kepentingan dan
hak warganegara lebih dipentingkan daripada kepentingan negara. Negara
didirikan untuk menjamin kebebasan dan kepentingan warganegara. Sekarang
bagaimana halnya dengan negara sosialis? Paham atau ideologi sosialis
merupakan kebalikan dari ideologi liberalisme. Bagaimana hubungan antara
warga negara dengan negara pada negara sosialis? Dalam negara sosialis,
kepentingan negara lebih diutamakan daripada kepentingan warga negara.
Kebebasan atau kepentingan warganegara dikalahkan untuk kepentingan
negara. Jadi negara yang paling utama, sedangkan kepentingan warga
negara nomor dua. Kekuasaan negara sangat besar, sedangkan kekuasaan
warganegara kecil saja. Kalian telah mempelajari Pancasila sebagai
ideologi dan dasar negara Republik Indonesi. Pancasila dianggap baik dan
cocok dengan kehidupan bangsa Indonesia. Kalian juga telah mempelajari
ideologi liberalisme dan sosialisme.
Sekarang coba bandingkan Pancasila dengan liberalisme dan sosialisme!
Negara Pancasila |
1. Hubungan antara warganegara dengan negara adalah seimbang. Apa
arti seimbang? Artinya, tidak mengutamakan negara tetapi juga tidak
mengutamakan warganegara. Kepentingan negara dan kepentingan warganegara
sama-sama dipentingkan
2. Agama erat hubungannya dengan negara. Negara memperhatikan
kehidupan agama. Agama mendapatkan perhatian penting dari negara. Setiap
wargane-gara dijamin pula kebebasannya untuk memilih salah satu agama
yang ada dan diakui oleh pemerintah. Setiap orang harus beragama, tetapi
agama yang dipilih diserahkan kepada masing-masing warganegara. Atheis
atau tidak mengakui adanya Tuhan, tidak diperbolehkan |
Persamaannya, baik Pancasila, liberalisme, maupun sosialisme sama-sama digunakan sebagai ideologi atau dasar negara.
NEGARA PANCASILA MEMPERHATIKAN HUBUNGAN ANTARA NEGARA DENGAN WARGANEGARA
Sekarang bagaimana hubungan antara agama
dengan negara pada negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila?
Ingat sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai
dengan sila tersebut, maka agama erat hubungannya dengan negara. Negara
memperhatikan kehidupan agama.
Agama mendapatkan perhatian penting dari negara. Setiap warganegara
dijamin pula kebebasannya untuk memilih salah satu agama yang ada dan
diakui oleh pemerintah. Di Indonesia setiap orang harus beragama. Tetapi
agama yang dipilih, diserahkan kepada masingmasing warganegara. Di
Indonesia atheis atau tidak mengakui adanya Tuhan, tidak diperbolehkan.
Propaganda anti-agama juga dilarang. Di bidang pendidikan, di negara
sosialis tujuan pendidikan diarahkan untuk membentuk warganegara yang
senantiasa patuh atau taat pada perintah negara. Di negara liberal,
pendidikan diarahkan pada pengembangan demokrasi. Di Indonesia,
pendidikan diarahkan untuk membentuk warganegara yang bertanggung jawab,
memiliki akhlak mulia, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA DAN DASAR NEGARA
1. Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi
Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnyamerupakan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan,Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Nilai-nilai
ini yangmerupakan nilai dasar bagi kehidupan kenegaraan,kebangsaan dan
kemasyarakatan. Nilai-nilai Pancasilatergolong nilai kerokhanian yang
didalamnya terkandungnilai-nilai lainnya secara lengkap dan harmonis,
baik nilaimaterial, nilai vital, nilai kebenaran (kenyataan),
nilaiestetis, nilai etis maupun nilai religius.Nilai-nilai Pancasila
sebagai ideologi bersifatobjektif dan subjektif, artinya hakikat
nilai-nilai Pancasilaadalah bersifat universal (berlaku di manapun),
sehinggadimungkinkan dapat diterapkan pada negara lain. Jadikalau ada
suatu negara lain menggunakan prinsipfalsafah, bahwa negara
berKetuhanan, berKemanusiaan,berPersatuan, berKerakyatan, dan
berKeadilan, makanegara tersebut pada hakikatnya menggunakan
dasarfilsafat dari nilai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif, maksudnyaadalah:
1) Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri memiliki makna yang
terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak
karena merupakan suatu nilai;
2) Inti dari nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam
kehidupan bangsa Indonesia baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan,
kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan;
3) Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok
kaidah negara yang mendasar, sehingga merupakan sumber dari segala
sumber hukum di Indonesia.
Sedangkan nilai-nilai Pancasila bersifat subjektif, terkandung maksud
bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau terlekat pada
bangsa Indonesia sendiri. Hal ini dapat dijelaskan, karena:
1) Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia sebagai penyebab adanya nilai-nilai tersebut;
2) Nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia,
sehingga merupakan jati diri bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai
atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
3) Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung nilai-nilai kerokhanian,
yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis,
estetis, dan nilai religius yang sesuai dengan hati nurani bangsa
Indonesia dikarenakan bersumber pada kepribadian bangsa.
Oleh karena nilai-nilai Pancasila yang bersifat objektif dan subjektif
tersebut, maka nilai-nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi
landasan, menjadi dasar serta semangat bagi segala tindakan atau
perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber nilai bagi manusia Indonesia dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, maksudnya sumber acuan
dalam bertingkah laku dan bertindak dalam menentukan dan menyusun tata
aturan hidup berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yang digali, tumbuh dan
berkembang dari budaya bangsa Indonesia yang telah berakar dari
keyakinan hidup bangsa Indonesia. Dengan demikian nilai-nilai Pancasila
menjadi ideologi yang tidak diciptakan oleh negara melainkan digali dari
harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri.
Sebagai nilai-nilai yang digali dari kekayaan rohani, moral dan budaya
masyarakat Indonesia sendiri, maka nilai-nilai Pancasila akan selalu
berkembang mengikuti perkembangan masyarakat Indonesia.
Sebagai ideologi yang tidak diciptakan oleh negara, menjadikan Pancasila
sebagai ideologi juga merupakan sumber nilai, sehingga Pancasila
merupakan asas kerokhanian bagi tertib hukum Indonesia, dan meliputi
suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang- Undang Dasar 1945 serta mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara.
Pancasila sebagai sumber nilai mengharuskan Undang-Undang Dasar
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah, penyelenggara negara termasuk
pengurus partai dan golongan fungsional untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita moral rakyat yang luhur.
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara menjadikan setiap tingkah
laku dan setiap pengambilan keputusan para penyelenggara negara dan
pelaksana pemerintahan harus selalu berpedoman pada Pancasila, dan tetap
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur serta memegang teguh
cita-cita moral bangsa. Pancasila sebagai sumber nilai menunjukkan
identitas bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang
luhur, hal ini menandakan bahwa dengan Pancasila bangsa Indonesia
menolak segala bentuk penindasan, penjajahan dari satu bangsa terhadap
bangsa yang lain. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk kekerasan dari
manusia satu terhadap manusia lainnya, dikarenakan Pancasila sebagai
sumber nilai merupakan cita-cita moral luhur yang meliputi suasana
kejiwaan dan watak dari bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber acuan dalam menyusun etika
kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia, maka Pancasila juga
sebagai paradigma pembangunan, maksudnya sebagai kerangka pikir, sumber
nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu
perkembangan perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan mempunyai arti bahwa Pancasila
sebagai sumber nilai, sebagai dasar, arah dan tujuan dari proses
pembangunan. Untuk itu segala aspek dalam pembangunan nasional harus
mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila dengan
mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten
berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia.
Pancasila mengarahkan pembangunan agar selalu dilaksanakan demi
kesejahteraan umat manusia dengan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa
dan keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Pembangunan disegala bidang selalu mendasarkan pada nilai-nilai
Pancasila.
Di bidang Politik misalnya, Pancasila menjadi landasan bagi pembangunan
politik, dan dalam prakteknya menghindarkan praktek-praktek politik tak
bermoral dan tak bermartabat sebagai bangsa yang memiliki cita-cita
moral dan budi pekerti yang luhur. Segala tindakan sewenang- wenang
penguasa terhadap rakyat, penyalahgunaan kekuasaan dan pengambilan
kebijaksanaan yang diskriminatif dari penguasa untuk kepentingan pribadi
dan kelompoknya merupakan praktek-praktek politik yang bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila. Demikian juga sikap-sikap saling
menghujat, menghalalkan segala cara dengan mengadu domba rakyat,
memfitnah, menghasut dan memprovokasi rakyat untuk melakukan tindakan
anarkhis demi kepuasan diri merupakan tindakan dari bangsa yang rendah
martabat kemanusiaannya yang tidak mencerminkan jati diri bangsa
Indonesia yang berPancasila.
Di bidang Hukum demikian halnya. Pancasila sebagai paradigma pembangunan
hukum ditunjukkan dalam setiap perumusan peraturan perundangundangan
nasional yang harus selalu memperhatikan dan menampung aspirasi rakyat.
Hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibentuk haruslah merupakan
cerminan nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan. Nilai-nilai
Pancasila menjadi landasan dalam pembentukan hukum yang aspiratif.
Pancasila menjadi sumber nilai dan sumber norma bagi pembangunan hukum.
Dalam pembaharuan hukum, Pancasila sebagai cita-cita hukum yang
berkedudukan sebagai peraturan yang paling mendasar (Staatsfundamentalnorm)
di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila menjadi sumber dari
tertib hukum di Indonesia. Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang tersusun secara hierarkhis.
Pancasila sebagai sumber hukum dasar nasional. Sebagai sumber hukum
dasar, Pancasila juga mewarnai penegakan hukum di Indonesia, dalam arti
Pancasila menjadi acuan dalam etika penegakan hukum yang berkeadilan
yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial,
ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan
ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada
keadilan. Dengan demikian perlu diwujudkan suatu penegakan hukum secara
adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga
negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum dengan cara
yang salah sebagai alat kekuasaan dan bentukbentuk manipulasi hukum
lainnya.
Di bidang Sosial Budaya, Pancasila merupakan sumber normatif dalam
pengembangan aspek sosial budaya yang mendasarkan pada nilai-nilai
kemanusiaan, nilai Ketuhanan dan nilai keberadaban. Pembangunan di
bidang sosial budaya senantiasa mendasarkan pada nilai yang bersumber
pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab.
Pembangunan bidang sosial budaya menghindarkan segala tindakan yang
tidak beradab, dan tidak manusiawi, sehingga dalam proses pembangunan
haruslah selalu mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia
sendiri sebagai nilai dasar yaitu nilai-nilai Pancasila. Untuk itulah
perlu diperhatikan pula etika kehidupan berbangsa yang bertolak dari
rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur,
saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan
saling menolong di antara sesama manusia.
Dalam pembangunan sosial budaya perlu ditumbuhkembangkan kembali budaya
malu, yaitu malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan
moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Disamping itu perlu
ditumbuhkembangkan budaya keteladanan yang diwujudkan dalam perilaku
para pemimpin baik formal maupun informal pada setiap lapisan
masyarakat. Hal ini akan memberikan kesadaran bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang berbudaya tinggi, sehingga dapat menggugah hati
setiap manusia Indonesia untuk mampu melakukan adaptasi, interaksi
dengan bangsa lain, dan mampu melakukan tindakan proaktif sejalan dengan
tuntutan globalisasi dengan penghayatan dan pengamalan agama yang benar
serta melakukan kreativitas budaya yang lebih baik.
Di bidang Ekonomi, Pancasila juga menjadi landasan nilai dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berdasarkan
atas nilai-nilai Pancasila selalu mendasarkan pada nilai kemanusiaan,
artinya pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh
karenanya pembangunan ekonomi tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi
semata melainkan demi kemanusiaan dan kesejahteraan seluruh bangsa,
dengan menghindarkan diri dari pengembangan ekonomi yang hanya
berdasarkan pada persaingan bebas, monopoli yang dapat menimbulkan
penderitaan rakyat serta menimbulkan penindasan atas manusia satu dengan
lainnya. Disamping itu etika kehidupan berbangsa yang mengacu pada
nilai-nilai Pancasila juga harus mewarnai pembangunan di bidang ekonomi,
agar prinsip dan perilaku ekonomi dari pelaku ekonomi maupun pengambil
kebijakan ekonomi dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang
bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya
etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, serta
terciptanya suasana yang kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang
berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan,
sehingga dapat dicegah terjadinya praktek-praktek monopoli, oligopoli,
kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi, kolusi, dan
nepotisme, diskriminasi yang berdampak negatif terhadap efisiensi,
persaingan sehat, dan keadilan serta menghindarkan perilaku yang
menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan.
C. SIKAP POSITIF TERHADAP PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA
Sikap positif dapat diartikan sikap yang
baik dalam menanggapi sesuatu. Sikap positif terhadap nilai-nilai
Pancasila berarti sikap yang baik dalam menanggapi dan mengamalkan
nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, maksudnya dalam setiap tindakan
dan perilaku seharihari selalu berpedoman atau berpegang teguh pada
nilai-nilai Pancasila yang menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia. Seseorang yang memiliki sikap positif terhadap nilainilai
Pancasila berarti orang tersebut konsisten dalam ucapan dan perbuatan
serta tingkah lakunya sehari-hari yang selalu menjunjung tinggi etika
pergaulan bangsa yang luhur, serta menjaga hubungan baik antar sesama
warga masyarakat Indonesia dan bangsa lain, dengan tetap mempertahankan
dan menunjukkan jati diri bangsa yang cinta akan perdamaian dan keadilan
sosial.
1. Karakteristik Ideologi Pancasila
Karakteristik yang dimaksud di sini adalah ciri khas yang dimiliki oleh
Pancasila sebagai ideologi negara, yang membedakannya dengan
ideologi-ideologi yang lain. Karakteristik ini berhubungan dengan sikap
positif bangsa Indonesia yang memiliki Pancasila Adapun karakteristik
tersebut adalah:
Pertama: Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti pengakuan bangsa Indonesia
akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta dunia dengan segala isinya. Tuhan
sebagai kausa prima. Oleh karena itu sebagai umat yang berTuhan, adalah
dengan sendirinya harus taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua ialah penghargaan kepada sesama umat manusia apapun suku bangsa
dan bahasanya. Sebagai umat manusia kita adalah sama dihadapan Tuhan
Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Adil dan beradab berarti bahwa adil adalah perlakuan yang sama terhadap
sesama manusia, dan beradab berarti perlakuan yang sama itu sesuai
dengan derajat kemanusiaan. Atas dasar perlakuan ini maka kita
menghargai akan hak-hak asasi manusia seimbang dengan
kewajiban-kewajibannya. Dengan demikian harmoni antara hak dan kewajiban
adalah penjelmaan dari kemanusaiaan yang adil dan beradab. Adil dalam
hal ini adalah seimbang antara hak dan kewajiban. Dapat dikatakan hak
timbul karena adanya kewajiban.
Ketiga, bangsa Indonesia menjunjung tinggi persatuan bangsa. Di dalam
persatuan itulah dapat dibina kerja sama yang harmonis. Dalam hubungan
ini, maka persatuan Indonesia kita tempatkan di atas kepentingan
sendiri. Pengorbanan untuk kepentingan bangsa, lebih ditempatkan
daripada pengorbanan untuk kepentingan pribadi. Ini tidak berarti
kehidupan pribadi itu diingkari. Sebagai umat yang takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, maka kehidupan pribadi adalah utama. Namun demikian tidak
berarti bahwa demi kepentingan pribadi itu kepentingan bangsa
dikorbankan.
Keempat adalah bahwa kehidupan kita dalam kemasyarakatan dan bernegara
berdasarkan atas sistem demokrasi. Demokrasi yang dianut adalah
demokrasi Pancasila. Hal ini sesuai dengan sila ke empat yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dalam rangka pelaksanaan demokrasi kita
mementingkan akan musyawarah. Musyawarah tidak didasarkan atas kekuasaan
mayoritas maupun minoritas. Keputusan dihasilkan oleh musyawarah itu
sendiri. Kita menolak demokrasi liberal. Kelima adalah Keadilan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan dalam kemakmuran adalah
cita-cita bangsa kita sejak masa lampau. Sistem pemerintahan yang kita
anut bertujuan untuk tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Itulah
sebabnya disarankan agar seluruh masyarakat kita bekerja keras dan
menghargai prestasi kerja sebagai suatu sikap hidup yang diutamakan.
Demikian secara pokok karakteristik dari Pancasila. Karakteristik yang
satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain, karena Pancasila itu
merupakan suatu kesatuan, keutuhan yang saling berkaitan. Namun demikian
keseluruhan itu bernafaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Arti Pentingnya Pancasila dalam Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sebagai ideologi dan dasar negara, Pancasila mempunyai fungsi sebagai
acuan bersama, baik dalam memecahkan perbedaan serta pertentangan
politik di antara golongan dan kekuatan politik yang ada. Ini berarti
bahwa segenap golongan dan kekuatan yang ada di Indonesia ini sepakat
untuk menjaga, memelihara, dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia de-ngan bingkai Pancasila. Selain itu secara nyata telah
sering diakui adanya upaya-upaya untuk memecah belah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, misalnya lewat pemberontakan Madiun 1948 maupun
pengkhianatan G 30 S/PKI tahun 1965. Namun kesemuanya itu dapat
digagalkan berkat kesepakatan segenap golongan bangsa Indonesia untuk
tetap mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
landasan dasar dan ideologi Pancasila.
3. Upaya Mempertahankan Ideologi dan Dasar Negara Pancasila
Mengapa Pancasila harus dipertahankan? Bagaimana upaya-upaya yang harus
kita lakukan untuk mempertahankan Pancasila? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, pertama-tama ingatlah kembali latar belakang digunakannya
Pancasila sebagai dasar negara. Kemudian ingat pula keunggulan sila-sila
dalam Pancasila. Kita menggunakan Pancasila sebagai dasar atau pondasi
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dasar negara
Pancasila dapat memenuhi keinginan semua pihak. Dasar negara Pancasila
dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak suku,
agama, dan adat istiadat atau kebudayaan. Dasar negara Pancasila
sangatlah lengkap, berisikan sila-sila sesuai keinginan atau kebutuhan
bangsa Indonesia seperti kebutuhan akan kehidupan yang berketuhanan atau
beragama, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan atau demokrasi, dan
kebutuhan akan keadilan sosial.
Apakah yang dimaksud dengan mempertahankan Pancasila?
Mempertahankan berarti mengusahakan agar silasila dalam Pancasila
dilaksanakan dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara.
Dengan kata lain, mempertahankan Pancasila berarti mengusahakan agar
dasar negara Republik Indonesia tidak diganti dengan dasar negara lain.
Ya, usaha pertama adalah dengan jalan melaksanakan sila-sila Pancasila
dalam kehidupan bernegara.
Pemerintah dalam semua tindakannya hendaknya didasarkan atas Pancasila.
Secara rinci, pemerintah Republik Indonesia hendaknya memperhatikan
kehidupan beragama, memperhatikan hak-hak setiap warganegara, menekankan
pentingnya persatuan, memperhatikan suara rakyat dan memperhatikan
keadilan sosial. Usaha kedua adalah dengan jalan melaksanakan Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
hendaknya senantiasa memperhatikan kehidupan beragama, memperhatikan
hak-hak orang lain, mementingkan persatuan, menjunjung tinggi demokrasi,
dan memperhatikan keadilan sosial bagi semua anggota masyarakat.
Di lingkungan sekolah antara lain misalnya, seorang siswa harus dapat
menerima pendapat siswa lain yang berbeda dengan dirinya, siswa saling
menghormati hakhak siswa lain sebagai anggota masyarakat sekolah, siswa
harus selalu menghindarkan diri dari perkelahian dengan siswa lain demi
rasa persatuan bangsa, seorang guru tidak boleh bertindak dengan
kekerasan kepada siswanya. Usaha ketiga melalui bidang pendidikan.
Pendidikan memegang peranan penting untuk mempertahankan Pancasila.
Dalam setiap jenjang pendidikan perlu diajarkan Pancasila. Perlu
dicamkan kepada anak didik pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara
dan dasar negara. Dalam kehidupan di sekolah misalnya, pembelajaran
Pancasila di sekolah harus dilakukan dengan wujud perbuatan yang sesuai
nilai-nilai Pancasila dan tidak hanya hafalan pada materi pembelajaran
Pancasila. Materi pembelajaran Pancasila harus dapat menyentuh dan
berpengaruh pada sikap dan perbuatan nyata dari siswa.